ARTIKEL KESEIMBANGAN PERANAN PERS
KESEIMBANGAN PERANAN PERS
Dilihat dari betapa berpengaruhnya
pers dalam kehidupan kita sudah seharusnya fungsi pers sebagai fungsi
pendidikan, hiburan dan control social haruslah berdampak positif bagi
kehidupan. Porsi masing-maising fungsipun
haruslah seimbang. Namun dalam menjalankan fungsinya, kondisi pers di Indonesia
sangatlah tergantung pada kepemimpinan pemerintah.
Pada
masa orde baru, pers di Indonesia dapat dikatakan menganut teori pers otoriter,
yaitu pers yang sangat dikuasai oleh pemerintah. Pemerintah tidak mau bersifat
transparan terhadap public, sehingga disini pers hanya berfungsi sebagai media
pendidikan dan hiburan. Apa dampak yang terjadi? Karena kurangnya control
public terhadap jalannya pemerintahan banyak terjadi kasus-kasus kecurangan
pemerintah seperti korupsi yang dilakukan para pejabat tanpa adanya tindakan
hukum, sehingga kesadaran hukum di Indonesia menurun dan tingkat korupsi
meningkat. Pada era ini, terjadi “kebutaan public”, mengapa dikatakan demikian?
Karena menurut saya, kurangnya fungsi pers sebagai control social membuat
masyarakat kehilangan control terhadap jalannya pemerintahan, pada masa ini
teori pers otoriter menyebabkan banyaknya kecurangan pemerintah yang
ditutup-tutupi dan pers hanya menjadi corong untuk memberitahukan hal-hal
positif mengenai pemerintahan seperti keberhasilan dalam pemerintahan. Bahkan
di Yogyakarta, seorang wartawan yang berusaha mempublikasikan kasus korupsi di
wilayahnya dihabisi dengan cara mengenaskan. Hal seperti inilah yang
menyebabkan kebutaan public, masyarakat menganggap bahwa justru kesadaran akan
hukum meningkat karena tidak adanya pemberitahun tentang kecurangan-kecurangan
oknum pemerintah dan menganggap bahwa kasus korupsi menurun. Teori pers
otoriter ini tentu sangatlah tidak cocok bagi Negara kita.
Negara
Indonesia sebagai negara berkembang tentulah akan mengalami kondisi pers yang
pasang surut. Memasuki masa reformasi fungsi pers sebagai control social
menjadi terbuka lebar, dapat dikatakan pada masa ini negara kita menganut teori
pers libertarian. Pers memiliki kebebasan seluas-luasnya dan tidak dikuasai
oleh pemerintah. Dampak yang terjadi banyak kasus-kasus korupsi yang berhasil
ditindak hukum menunjukan bahwa adanya peningkatan akan kesadaran hukum. Namun
dengan banyak tertangkapnya oknum-oknum koruptor ini Indonesia masuk kedalam
“lima besar” negara yang paling korup. Lagi-lagi kebebasan pers yang tanpa
disertai tanggung jawab dan tanpa adanya keseimbangan dalam menyampaikan
informasi akan menyebabkan kebutaan public juga. Jika terlalu banyak
penyampaian berita mengenai kasus korupsi yang terjadi di berbagai tempat
dengan oknum berbeda dan dengan banyaknya pemeberitahuan tentang
tindakan-tindakan criminal yang terjadi di Indonesia, tanpa adanya keseimbangan
informasi yang diperoleh masyarakat (dalam hal ini pers lebih menonjolkan
ke”negatifan” yang terjadi di negara kita) public akan menilai bahwa kesadaran
hukum di Indonesia menurun padahal justru meningkat terbukti dengan banyaknya
pelaku-pelaku criminal yang tertangkap hal inilah yang dikatakan kebutaan
public.
Analisis dari apa yang telah
kita alami, tentunya diharapkan bahwa pers di Indonesia haruslah memiliki
keseimbangan dalam hal fungsi media pendidikan, hiburan dan control social. Kita
tentu tidak menginginkan salah satu peran pers saja yang menonjol, tapi kita
mengharapkan adanya peran pers yang seimbang. Diharapkan pers menerapkan teori
tanggung jawab social, kebebasan pers harus disertai tanggung jawab. Dengan
adanya kebebasan pers, pers dapat lebih leluasa dan adil dalam memberikan
informasi guna mencerdaskan masyarakat.
Harapannya pers melakukan
pemberitaan menggunakan sistem reward and punishment, baik dan buruk
diberitahukan demi menjaga keseimbangan. Ketika kebaikan atau prestasi
disampaikan diharapkan banyak orang yang mengikuti jejaknya. Sebaliknya ketika
sebuah kejahatan diberitahukan yang diinginkan adalah masyarakat menjadi takut
untuk melakukan perbuatan negative tersebut.
Komentar